Historiografi
adalah corak penulisan sejarah yang banyak ditulis oleh para pujangga karya –
karya mereka bertujuan untuk melegitimasi kedudukan raja yang mempunyai ciri –
ciri magis, religius, bersifat sakral, menekankan pada mitologi yang bersifat
anakronisme, etnosentrisme, dan berfungsi sosial psikologis untuk memberi
kohesi pada suatu masyarakat tentang kebenaran suatu dinasti.
B. Macam – macam Histeriografi
1.
Historiografi
tradisional adalah penulisan sejarah yang berasal dari masa tradisional yakni
masa kerajaan – kerajaan kuno. historiografi
tradisional yang bersifat fiksi, disebabkan oleh alam pikiran masyarakat yang
belum bersifat rasional dan objektif. Uraian historiografi tradisional
merupakan gambaran dari pikiran masyarakat yang magis-religius. Maksud dari
uraian ini yaitu isi dari naskah-naskah lama sangat dipengaruhi oleh uraian
unsur-unsur kepercayaan masyarakat setempat di mana naskah itu dibuat. Pada
masyarakat yang masih tradisional, terdapat kepercayaan-kepercayaan yang
memandang bahwa kehidupan manusia sangat ditentukan oleh kekuatan-kekuatan di
luar manusia. Kekuatan-kekuatan itu dapat berupa alam, para dewa, benda-benda
yang dianggap sakral, dan lain-lain. Manusia tidak mampu mengubah diri oleh
dirinya sendiri.
Kedudukan manusia dalam suatu perubahan lebih
berperan sebagai objek, bukan subjek atau penentu. Di beberapa daerah di
Indonesia terdapat cerita yang bersumber dari historiografi tradisional tentang
asal usul daerah tersebut. Di dalam sumber-sumbertersebut misalnya, diceritakan
bahwa sebelum terbentuknya suatu tatanan kehidupan yang teratur dalam daerah
tersebut, keadaannya krisis atau serba tidak menentu. Dalam keadaan yang
demikian, maka sang dewa menurunkan utusannya untuk memperbaiki keadaan krisis.
Utusan dewa itu kemudian menikah dengan wanita yang ada di daerah tersebut.
Setelah turunnya utusan dewa maka keadaan di daerah itu menjadi baik dan
mulailah tersusun suatu pemerintahan atau kerajaan. Hasil perkawinan antara
utusan dewa dengan wanita yang dinikahinya ini kemudian menjadi pewaris atau
silsilah penguasa kerajaan. Dalam masyarakat di Sulawesi Selatan, contoh cerita
tersebut merupakan mitos Tomanurung.
Gambar
2.4 Bagian Teks Hikayat Perang Sabil Contoh Bentuk Historiografi Tradisional
Berdasarkan
contoh cerita historiografi tersebut, terlihat bagaimana manusia tidak menjadi
penentu dalam suatu cerita sejarah. Terbentuknya asal usul suatu daerah
berdasarkan cerita historiografi tradisional, bukan ditentukan oleh manusia.
Penentunya adalah dewa. Ketika dewa menurunkan utusannya ke muka bumi, maka
terbentuklah suatu tatanan masyarakat. Historiografi di Indonesia mengalami perkembangan.
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, historiografi Indonesia diawali dengan
perkembangan historiografi tradisional. Bentuk historiografi tradisional
tersebut adalah naskah kuno sebagaimana yang telah dibahas, contoh dari
historiografi yaitu babat dan hikayat.
Ciri
– ciri dari histeriografi yaitu :
a. Religio
sentris yaitu segala sesuatu yang dipusatkan pada raja atau keluarga raja.
b. Religio
magis yaitu dihubungkan dengan segala kepercayaan yang dianggap ghaib.
c. Raja
atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan ghaib dan kharisma
d. Bersifat
regio sentris atau kedaerahan
Historiografi
tradisional dibagi menjadi tiga yaitu :
a. Tradisional
kuno, ciri – cirinya yaitu :
-
Bersifat religio
magis
-
Bersifat keraton
sentris
-
Untuk menaikkan
martabat kasta brahma
b. Tradisional tengah, ciri – cirinya yaitu :
-
Bersifat
etnosentris
-
Bersifat naratif
konsepsional
-
Bersifat
monoficial
c. Tradisional
baru, cirinya yaitu :
-
Bersifat
kronologi
-
Bersifat
etnosentris
-
Bersifat
feodalistik
2.
Historiografi
kolonial adalah penulisan sejarah yang membahas penjajahan. Misal nya
penjajahan Belanda di Indonesia,banyak dilakukan oleh orang-orang yang belum
banyak mengerti Indonesia.
Sifat pokok Histeriografi kolonial
:
a. Eropasentris
atau Belanda
b. Permasalahan
yang di bahas adalah aktivitas bangsa Belanda
c. Aktivitas
rakyat tanah jajahan[rakyat Indonesia]hampir di abaikan sama sekali.
3.
Historiografi
Nasional/Modern adalah penulisan sejarah yang mengungkapkan kehidupan bangsa
dan rakyat Indonesia dalam sejarah aktivitas nya,baik politik,ekonomi,sosial maupun
budaya dan sudut pandang bangsa Indonesia.
Ciri-ciri Historiografi Nasional :
a. Indonesia
sentris
b. Sesuai
dg cara pandang bangsa Indonesia
c. Mengandung
character atau nation-bulding(pembangunan karakter bangsa)
d. Disusun
oleh orang-orang atau penulis-penulis Indonesia sendiri.
Penulisan
sejarah yang bersifat indonesiasentris harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut.
1.
Sejarah yang mengungkapkan “sejarah
dari dalam” yang menempatkan bangsa Indonesia sebagai pemeran utama.
2.
Penjelasan sejarah Indonesia diuraikan
secara luas, dengan uraian yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial, dan
budaya.
3.
Erat berhubungan dengan kedua pokok
di atas, perlu ada pengungkapan aktivitas dari pelbagai golongan masyarakat,
tidak hanya para bangsawan atau ksatria, tetapi juga dari kaum ulama atau
petani serta golongangolongan lainnya.
4.
Untuk menyusun sejarah Indonesia
sebagai suatu sintesis, yang menggambarkan proses perkembangan ke arah kesatuan
geo-politik seperti yang kita hadapi dewasa ini, maka prinsip integrasi perlu
dipergunakan untuk mengukur seberapa jauh integrasi itu dalam masa-masa
tertentu telah tercapai.
C.
Seminar
Sejarah Nasional I
Untuk memecahkan persoalan penulisan
sejarah yang indonesiasentris, maka diadakanlah Seminar Sejarah Nasional I pada
tanggal 14 sampai dengan 18 Desember 1957 di Yogyakarta. Seminar ini
dilaksanakan melalui Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan
tanggal 13 Maret 1957 No.28201/5. Topik yang dibicarakan dalam seminar tersebut
meliputi:
- Konsep
filosofis sejarah nasional;
- Periodisasi
sejarah Indonesia;
- Syarat
penulisan buku pelajaran sejarah nasional Indonesia;
- Pengajaran
Sejarah Indonesia di sekolah-sekolah;
- Pendidikan
Sejarawan;
- Pendidikan
dan pengajaran bahan-bahan sejarah.
Pemerintah memiliki kepentingan dalam penyelenggaraan
seminar tersebut. Bangsa Indonesia saat itu belum lama merdeka. Untuk membangun
karakter kebangsaan pada diri masyarakat Indonesia adalah melalui pengajaran
sejarah. Jadi, bagi pemerintah penulisan sejarah yang indonesiasentris
merupakan suatu keharusan.
D. Seminar Sejarah Nasional II
Penulisan sejarah yang
indonesiasentris muncul kembali dalam Seminar Sejarah Nasional Kedua di
Yogyakarta pada tahun 1970. Seminar ini relatif lebih berkualitas dibandingkan
dengan seminar yang pertama. Hal ini dikarenakan mulai adanya generasi baru
sejarawan yang mempresentasikan kertas kerjanya. Pokok pembicaraan sudah mulai
mengarah kepada periodisasi Sejarah Indonesia, yaitu mulai dari periode
prasejarah sampai dengan periode yang paling modern.
Dalam seminar yang kedua ini juga
muncul perkembangan pemikiran, yaitu perlunya penulisan buku sejarah untuk
digunakan di sekolah. Keperluan ini sangat mendesak. Untuk melaksanakan
aspirasi yang berkembang dalam seminar sejarah yang kedua itu, akhirnya
pemerintah melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan SK. No.0173/1970
mengangkat Panitia Penyusunan Buku Standard Sejarah Nasional Indonesia
berdasarkan Pancasila yang dapat digunakan di Perguruan Tinggi dan sekaligus
akan dijadikan bahan dari buku teks sejarah untuk sekolah dasar sampai dengan
sekolah lanjutan tingkat atas. Panitia ini berhasil menyusun buku teks Sejarah
Nasional sebanyak enam jilid.
Buku tersebut disusun dengan
periodisasi sebagai berikut.
1.
Jilid I, zaman prasejarah di
Indonesia.
2.
Jilid II, zaman kuno (awal masehi sampai
1600 M).
3.
Jilid III, zaman pertumbuhan dan
perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia (1600 M-1800 M).
4.
Jilid IV, abad kesembilan belas
(1800 M-1900 M).
5.
Jilid V, zaman kebangkitan nasional
dan masa akhir Hindia Belanda (1800-1900 M)
6.
Jilid VI zaman Jepang dan zaman
Republik Indonesia (1942-sekarang).
Kegiatan seminar tidak berhenti sampai seminar sejarah
yang kedua.